Cerita Dewasa - Ngentot Dosenku Yang Seksi
Cerita Dewasa – Ngentot Dosenku Yang Seksi – Dosenku Seksi
Sekali, Ya, aku dan teman-temanku sering bergurau begini saat melihat Bu
Via: jika rambut di tempat yang terbuka saja subur, apalagi rambut di
tempat yang tersembunyi. Dan ternyata aku bisa membuktikan gurauan itu.
Ternyata rambut di tempat itu memang luar biasa. Bahkan aku yang semula
berpikir rambut yang menghiasai vagina Kiki luar biasa karena subur dan
indah, kemudian menerima kenyataan bahwa ada yang lebih indah, yaitu
milik Bu Via ini. Dari samping keadaan itu seperti taman gantung Raja
Nebukadnezar saja .
Segera berkelebat pikiran dalam otakku, betapa menyenangkannya
tersesat di hutan teduh dan indah itu. Maka aku segera menenggelamkan
diri di tempat itu, di hutan itu. Lidahku segera menyusuri taman indah
itu dan kemudian melanjutkannya pada sumur di bawahnya. Maka Bu Via
menjerit kecil ketika lidahku menancap di lubang sumur itu. Di lubang
vaginanya. Bau khas vagina yang keluar dari lubang itu semakin
melambungkan gairahku. Dan jeritan kecil itu kemudian di susul jeritan
dan erangan patah-patah yang terus menerus serta gerakan-gerakan serupa
cacing kepanasan. Dan kurasa ia memang kepanasan oleh gairah yang
membakarnya.
Aku menikmati jeritan itu sebagai sensasi lain yang membuatku semakin
bergairah pula menguras kenikmatan di lubang sumur vaginanya. Lendir
hangat khas yang keluar dari dinding vaginanya terasa hangat pula di
lidahku. Kadang-kadang kutancapkan pula lidahku di tonjolan kecil di
atas lubang vaginanya. Di klitorisnya. Maka semakin santerlah
erangan-erangan Bu Via yang mengikuti gerakan-gerakan menggelinjang.
Demikian kulakukan hal itu sekian lama.
Kemudian pada suatu saat ia berusaha membebaskan vaginanya dari
sergapan mulutku. Ia menarik sebuah bangku rias kecil yang tadi menjadi
ganjal kakinya untuk mengangkang. Aku dimintanya duduk di bangku itu.
Begitu aku duduk, ia kembali memagut penisku dengan mulutnya secara
lembut. Tapi itu tidak lama, karena ia kemudian memegang penisku yang
sudah tidak sabar mencari pasangannya itu.
Bu Via membimbing daging kenyal yang melonjor tegang dan keras itu
masuk ke dalam vaginanya dan ia duduk di atas pangkuanku. Maka begitu
penisku amblas ke dalam vaginanya, terdengar jeritan kecil yang menandai
kenikmatan yang ia dapatkan. Aku juga merasakan kehangatan mengalir
mulai ujung penisku dan mengalir ke setiap aliran darah. Ia memegangi
pundakku dan menggerakkan pinggulnya yang indah dengan gerakan serupa
spiral. Naik turun dan memutar dengan pelan tapi bertenaga.
Suara gesekan pemukaan penisku dengan selaput lendir vaginanya
menimbulkan suara kerenyit-kerenyit yang indah sehingga menimbukan
sensasi tambahan ke otakku. Demikian juga dengan gesekan rambut
kemaluannya yang lebat dengan rambut kemaluanku yang juga lebat.
Suara-suara erangan dan desahan napasnya yang terpatah-patah, suara
gesekan penis dan selaput lendir vaginanya serta suara gesekan rambut
kemaluan kami berbaur dengan suara lagu mistis Sarah Brightman dari CD
yang diputarnya.
Barangkali ia memang sengaja ingin mengiringi permainan cinta kami
dengan lagu-lagu seperti itu. Ia tahu aku menyukai musik demikian. Dan
memang terasa luar biasa indah, pada suasana seperti itu. Apalagi lampu
di kamar itu juga remang-remang setelah Bu Via tadi mematikan lampu yang
terang. Dengan suasana seperti itu, rasanya aku tidak ingin membiarkan
setiap hal yang menimbulkan kenikmatan menjadi sia-sia. Maka aku tidak
membiarkan payudaranya yang ikut bergerak sesuai dengan gerakan tubuhnya
menggodaku begitu saja. Kulahap buah dadanya itu. Semakin lengkaplah
jeritannya.
Matanya yang terpejam kadang-kadang terbuka dan tampak sorot mata
yang aku hapal seperti sorot yang keluar dari mata Kiki saat bercinta
denganku. Sorot matanya seperti itu. Sorot mata nikmat yang membungkus
perasaannya. Sekian lama kemudian ia menjerit panjang sambil meracau..
“Ah.. Aku.. Aku orgasme, Rud!” Sesaat ia terdiam sambil menengadahkan
wajahnya ke atas, tapi matanya masih terpejam. Kemudian ia melanjutkan
gerakannya. Barangkali ia ingin mengulanginya dan aku tidak keberatan
karena aku sama sekali belum merasakan akan sampai ke puncak kenikmatan
itu. Sebisa mungkin aku juga menggoyangkan pinggulku agar dia merasakan
kenikmatan yang maksimal. Jika tanganku tidak aktif di buah dadanya,
kususupkan di selangkangannya dan mencari daging kecil di atas lubang
vaginanya, yang dipenuhi oleh penisku.
Meskipun Bu via seorang janda dan sudah punya anak, aku merasa lubang
vaginanya, seperti seorang ABG saja. Tetap rapat dan singset. Otot
vaginanya seakan mencengkeram dengan kuat otot penisku. Maka gerakan
pinggulnya untuk menaik turunkan bukit venus vaginanya menimbulkan
kenikmatan yang luar biasa. Dan sejauh ini aku tidak merasakan
tanda-tanda lahar panasku akan meledak.
Bu Via memang luar biasa, ia seperti tahu menjaga tempo permainannya
agar aku bisa mengikuti caranya bermain. Ia seperti tahu menjaga tempo
agar aku tidak cepat-cepat meledak. Memang sama sekali tidak ada gerakan
liar. Yang dilakukannya adalah gerakan-gerakan lembut, tapi justru
menimbulkan kenikmatan yang luar biasa, terutama karena aku jarang
bercinta dengan perempuan lembut seperti itu. Sekian lama kemudian aku
mendengar lagi ia meracau..
“Ah.. Ah.. Ini yang kedua.. Rud, aku orgasme.. Uhh!” Di susul jeritan panjang melepas kenikmatan itu.
Tapi kemudian ia memintaku mengangkatnya ke ranjang, tanpa melepaskan penisku yang masih menancap di lubang vaginanya. Ia memintaku menidurkannya di ranjang tapi tak ingin melepaskan vaginanya dari penisku, yang sejauh ini seperti mendekap sangat erat. Kulakukan pemintaannya itu. Maka begitu ia telentang di ranjang, aku masih ada di atasnya. Penisku pun masih masuk penuh di dalam vaginanya.
Kami melanjutkan permainan cinta yang lembut tapi panas itu. Kini aku berada di atas, maka aku lebih bebas bermanuver. Maka dengan gerakan seperti yang sering kulakukan jika aku berhubungan seks dengan Kiki, cepat dan bertenaga, kulakukan juga hal itu pada Bu Via. Tapi sesaat kemudian ia berbisik dengan mata yang masih terpejam..
Tapi kemudian ia memintaku mengangkatnya ke ranjang, tanpa melepaskan penisku yang masih menancap di lubang vaginanya. Ia memintaku menidurkannya di ranjang tapi tak ingin melepaskan vaginanya dari penisku, yang sejauh ini seperti mendekap sangat erat. Kulakukan pemintaannya itu. Maka begitu ia telentang di ranjang, aku masih ada di atasnya. Penisku pun masih masuk penuh di dalam vaginanya.
Kami melanjutkan permainan cinta yang lembut tapi panas itu. Kini aku berada di atas, maka aku lebih bebas bermanuver. Maka dengan gerakan seperti yang sering kulakukan jika aku berhubungan seks dengan Kiki, cepat dan bertenaga, kulakukan juga hal itu pada Bu Via. Tapi sesaat kemudian ia berbisik dengan mata yang masih terpejam..
“Pelan-pelan saja, Rud. Aku masih ingin orgasme”. Aku tersadar apa
yang telah kulakukan. Maka kini gerakanku pelan dan lembut seperti
permintaan Bu Via. Kini erangan dan desahan patah-patahnya kembali
terdengar. Ia menarik punggungku agar aku lebih dekat ke badannya. Aku
maklum. Tentu ia ingin mendapatkan kenikmatan yang maksimal dari
gesekan-gesekan bagian tubuh kami yang lain. Dan Bu Via memang benar,
begitu dadaku bergesekan dengan buah dadanya, semakin besarlah sensasi
kenikmatan yang kudapat. Kurasa demikian juga dengannya, karena
jeritannya berubah semakin santer. Apalagi saat aku juga melumat bibir
merahnya yang menganga, seperti bibir vaginanya sebelum aku menusukkan
penisku di situ. Meskipun jeritannya agak bekurang karena kini mulutnya
sibuk saling melumat bersama mulutku, tapi aku semakin sering mendengar
ia mengerang dan terengah-engah kenikmatan. Hingga beberapa saat
kemudian aku mendengar ia meracau seperti sebelumnya..
“Aku.. Ah.. Aku.. Uh.. Yang ketiga.. Aku orgasme, Rud.. Ahh”
Setelah jeritan panjang itu, matanya terbuka. Tampak sorot matanya puas dan gembira. Kemudian ia berbisik terengah-engah..
“Aku.. Aku.. Sudah cukup, Rud. Saatnya untuk kamu”. Aku tahu yang dia maksudkan, maka kemudian pelan-pelan semakin kugenjot gerakanku dan semakin bertenaga pula. Ia kini membiarkanku melakukan itu. Kurasa Bu Via memang sudah puas mendapatkan orgasme sampai tiga kali. Sekian lama kemudian kurasakan lahar panasku ingin meledak. Penisku berdenyut-denyut enak, menandai bahwa sebentar lagi akan ada ledakan dahsyat yang akan melambungkanku ke awang-awang. Maka aku berusaha menarik penisku dari lubang vaginanya yang nikmat itu. Tapi Bu Via menahan penisku dengan tangan lembutnya.
“Biarkan.. Biarkan.. Saja di vaginaku, Rud.. Aku ingin merasakan sensasi cairan hangat itu.. Di vaginaku.. Uhh.. Uhh”.
Maka ketika lahar panas dari penisku benar-benar meledak, kubiarkan ia mengendap di sumur vagina milik Bu Via, dengan diiringi teriakan nikmatku.
Setelah itu, Bu Via memintaku untuk tetap berada di atas tubuhnya barang sesaat. Dengan lembut ia menciumi bibirku dan tangannya mengusap-usap puting susuku. Aku juga melakukan hal yang sama dengan mengusap-usap buah dadanya yang saat itu basah karena keringat. Dan memang sensasi yang kurasakan luar biasa.
“Aku.. Ah.. Aku.. Uh.. Yang ketiga.. Aku orgasme, Rud.. Ahh”
Setelah jeritan panjang itu, matanya terbuka. Tampak sorot matanya puas dan gembira. Kemudian ia berbisik terengah-engah..
“Aku.. Aku.. Sudah cukup, Rud. Saatnya untuk kamu”. Aku tahu yang dia maksudkan, maka kemudian pelan-pelan semakin kugenjot gerakanku dan semakin bertenaga pula. Ia kini membiarkanku melakukan itu. Kurasa Bu Via memang sudah puas mendapatkan orgasme sampai tiga kali. Sekian lama kemudian kurasakan lahar panasku ingin meledak. Penisku berdenyut-denyut enak, menandai bahwa sebentar lagi akan ada ledakan dahsyat yang akan melambungkanku ke awang-awang. Maka aku berusaha menarik penisku dari lubang vaginanya yang nikmat itu. Tapi Bu Via menahan penisku dengan tangan lembutnya.
“Biarkan.. Biarkan.. Saja di vaginaku, Rud.. Aku ingin merasakan sensasi cairan hangat itu.. Di vaginaku.. Uhh.. Uhh”.
Maka ketika lahar panas dari penisku benar-benar meledak, kubiarkan ia mengendap di sumur vagina milik Bu Via, dengan diiringi teriakan nikmatku.
Setelah itu, Bu Via memintaku untuk tetap berada di atas tubuhnya barang sesaat. Dengan lembut ia menciumi bibirku dan tangannya mengusap-usap puting susuku. Aku juga melakukan hal yang sama dengan mengusap-usap buah dadanya yang saat itu basah karena keringat. Dan memang sensasi yang kurasakan luar biasa.
Cooling down yang diinginkan Bu Via itu membuatku merasa seakan-akan
aku sudah sangat dekat dengan Bu Via. Aku merasa ia seperti kekasihku
yang sudah sering dan sangat lama bermain cinta bersama. Aku merasa
sangat dekat. Maka begitu aku merasa sudah cukup, aku menarik penisku
yang sebenarnya masih sedikit tegang dari lubang vaginanya. Tampak air
muka Bu Via sedikit kacau. Wajahnya berkeringat dan anak rambutnya satu
dua menempel di dahinya. Kami kemudian pergi ke kamar mandi pribadinya
di kamar itu. Kamar mandinya juga wangi. Sambil bergurau, aku
menggodanya..
“Ibu.. Justru kelihatan cantik setelah bercinta”. Ia hanya tertawa
mendengar gurauanku. “Memang setelah bercinta denganmu tadi, seluruh
pori-poriku seperti terbuka. Aku sedikit capai tapi merasa segar”,
jawabnya dengan berbinar-binar.
Ia tampaknya memang puas dengan permainan cinta kami. Di bawah
shower, kami membersihkan diri dengan mandi bersama-sama. Kadang-kadang
kami saling membersihkan satu sama lain. Ia membersihkan penisku dengan
sabun dan aku membersihkan sekitar vaginanya juga. Ia tertawa geli saat
aku dengan halus mengusap-usap vaginanya dan rambut kemaluannya yang
lebat itu.
TAMAT
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Cerita Dewasa
dengan judul Cerita Dewasa - Ngentot Dosenku Yang Seksi. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://lintasintim.blogspot.com/2014/01/cerita-dewasa-ngentot-dosenku-yang-seksi.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Meisya - Rabu, 29 Januari 2014